Selasa, 22 November 2022

AD/ART NAHDLATUL ULAMA

 


AD/ART

ANGGARAN DASAR / ANGGARAN RUMAH TANGGA
NAHDLATUL ULAMA
 


Bab I

KEANGGOTAAN


Pasal 1

JENIS KEANGGOTAAN

Anggota biasa, selanjutnya disebut anggota, ialah setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam menurut salah satu dari Al-madzahibul Arba'ah, sudah aqil baligh, menyetujui asas aqidah dan tujuan serta sanggup melaksanakan semua keputusan NU.

Anggota kehormatan, ialah setiap orang yang dianggap telah berjasa kepada NU, yang telah disetujui penetapannya oleh rapat Pengurus Besar Harian Gabungan. 



Pasal 2

TATACARA PENERIMAAN ANGGOTA

(1) Anggota biasa pada dasarnya diterima melalui ranting di tempat tinggalnya. 

(2) Dalam keadaan khusus anggota yang diterima tidak melalui ranting, pengelolaan administrasinya diserahkan kepada pengurus ranting di tempat tinggalnya atau ranting terdekat jika di tempat tinggalnya belum ada Ranting NU. 

(3) Penerimaan anggota menganut cara aktif, yakni:  


a. mengajukan permintaan menjadi anggota disertai pernyataan setuju pada asas, aqidah dan tujuan NU secara tertulis atau lisan dan membayar uang pangkal sebesar Rp 200,— (dua ratus rupiah);   

b. apabila permintaan itu diluluskan, maka selama 6 (enam) bulan yang bersangkutan menjadi calon anggota dengan hak menghadiri kegiatan-kegiatan NU yang dilaksanakan secara terbuka;   

c. apabila selama menjadi calon anggota yang bersangkutan menunjukkan hal-hal yang positip maka ia diterima menjadi anggota penuh dan kepadanya diberikan kartu anggota; permintaan menjadi anggota dapat ditolak apabila terdapat alasan yang kuat, baik syar'i maupun organisatoris;   

e. permintaan menjadi anggota yang datangnya dari kaum wanita, diatur oleh Muslimat Nahdlatul Ulama. 

(4) Anggota kehormatan dapat diterima pada tingkat cabang ke atas. 

(5) Permintaan menjadikan seseorang dan anggota kehormatan dapat dilakukan melalui pengajuan usul Rapat Pengurus Cabang Harian Gabungan atau Rapat Pengurus Wilayah Harian Gabungan atau oleh 3 (tiga) orang anggota Pengurus Besar Harian Syuriyah dan/atau Tanfidziyah. 

(6) Setelah memperoleh persetujuan Pengurus Besar Harian Gabungan, kepadanya diberikan surat pengesahan. 



Pasal 3

KEWAJIBAN ANGGOTA

(1) Setia, tunduk dan taat kepada Jami'iyah Nahdlatul Ulama. 

(2) Mendukung dan membantu segala langkah NU, serta bertanggungjawab atas segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya. 

(3) Memberikan bantuan keuangan kepada NU berupa:  

a. i'anah syahriyah (iuran bulanan) sedikitnya Rp 100,—(seratus rupiah);  


b. i'anah sanawiyah (iuran tahunan) sedikitnya Rp 200,—  (duaratus rupiah). 

(4) Memupuk dan memelihara Ukhuwwah Islamiyah dan persatuan nasional. 

(5) Berusaha dengan sungguh-sungguh ikut melaksanakan keputusan-keputusan NU. 



Pasal 4

HAK-HAK ANGGOTA

(1) Menghadiri rapat anggota di rantingnya, mengemukakan pendapat dan memberikan suara. 

(2) Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau jabatan lain yang ditetapkan baginya.  

(3) Menghadiri ceramah kursus, latihan, pengajian dan lain-lain  majelis yang diadakan oleh NU 

(4) Memberikan peringatan dan koreksi kepada pengurus dengan cara yang sebaik-baiknya dan dengan tujuan lebih menyempurnakan. 

(5) Mendapatkan pembelaan dan pelayanan. 

(6) Mengadakan pembelaan atas keputusan terhadap dirinya. 

(7) Anggota kehormatan berhak menghadiri rapat pengurus, ceramah, kursus, latihan, pengajian, konperensi dan muktamar atas undangan pengurus dan dapat memberikan saran-saran/pendapatnya. 



Pasal 5

DISIPLIN ANGGOTA

Anggota NU tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota organisasi yang mempunyai asas dan/atau tujuan yang bertentangan dengan asas dan/atau tujuan atau yang dapat merugikan NU. 



Pasal 6

GUGURNYA KEANGGOTAAN

(1) Seseorang berhenti dari keanggotaan NU karena permintann sendiri yang diajukan kepada Pengurus Ranting secara tertulis atau apabila dinyatakan secara lisan perlu dengan disaksikan oleh sedikitnya 2 (dua) orang anggota Pengurus Ranting. 

(2) Dipecat, karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama NU ditinjau dari syara', kemaslahatan umum maupun secara organisatoris, dengan prosedur sebagai berikut:  

a. pada dasarnya pemecatan dilakukan berdasarkan keputusanrapat Pengurus Cabang Gabungan Lengkap setelah menerima usul dari Pengurus Ranting berdasarkan rapat Pengurus Ranting Pleno;   

b. sebelum dipecat anggota yang bersangkutan diberi peringatan oleh pengurus rantingnya;   

c. apabila setelah waktu 15 (limabelas) hari peringatan itu tidak diperhatikan, maka pengurus cabang dapat menta'lik (memberhentikan sementara) selama 3 (tiga) bulan.   

d. bilamana dalam jangka waktu ta'lik yang bersangkutan tidak ruju' al-haq, maka dengan sendirinya gugurlah keanggotaannya;   

e. surat pemberhentian atau pemecatan sebagai anggota dikeluarkan oleh pengurus cabang bersangkutan atas keputusan rapat pengurus cabang gabungan lengkap. Surat keputusan kemudian diserahkan kepada anggota yang dipecat;   

f. anggota yang dita'lik atau dipecat dapat membela diri dalam suatu konperensi cabang atau naik banding ke pengurus wilayah. Selanjutnya rapat pengurus wilayah harian gabungan dapat mengambil keputusan atas permintaan banding itu.   

g. pengurus besar mempunyai wewenang memecat seorang anggota secara langsung. Surat keputusan pemecatan itu dikirimkan kepada cabang dan anggota yang bersangkutan;   

h. pemecatan kepada seorang anggota yang dilakukan langsung oleh pengurus besar merupakan hasil rapat pengurus besar harian gabungan;   

i. anggota yang dipecat langsung oleh pengurus besar dapat membela diri dalam Konperensi Besar atau Muktamar. 


Bab II

PERANGKAT ORGANISASI


Pasal 7

SUSUNAN DAN PERANGKAT ORGANISASI

(1) Susunan organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:  

a. Pengurus Besar (PB)   

b. Wilayah   

c. Cabang   

d. Majelis Wakil Cabang (MWC)   

e. Ranting 


(2) Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:  

a. Bagian   

b. Lajnah   

c. Lembaga   

d. Badan Otonom 



Pasal 8

PENGURUS BESAR

(1) Pengurus besar adalah bentuk organisasi di tingkat pusat, berkedudukan di Ibukota Republik Indonesia. 

(2) Pengurus besar sebagai pelaksana tertinggi dalam NU merupakan penanggungjawab kebijaksanaan dalam pengendalian organisasi dan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar. 



Pasal 9

WILAYAH

(1) Wilayah adalah bentuk organisasi NU di tingkat propinsi atau daerah tingkat I atau daerah yang disamakan dengan itu. Wilayah berkedudukan di ibukota propinsi atau daerah tingkat I atau daerah yang disamakan dengan itu. 

(2) Wilayah dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 5 (lima) Cabang. Dan karena cabang dibentuk di setiap kabupaten/kotamadya (daerah tingkat II) atau daerah yang dipersamakan dengan itu, maka dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ini disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk, luasnya daerah atau sulitnya komunikasi maka jumlah cabang dapat melebihi jumlah kabupaten/kotamadya (daerah tingkat II) atau daerah yang dipersamakan dengan itu, tetapi tidak melampaui dua kali jumlah daerah tersebut. 

(3) Permintaan untuk mendirikan wilayah disampaikan kepada pengurus besar dengan disertai keterangan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah cabang yang ada di daerah itu dengan melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan. Ketentuan mengenai keterangan/data wilayah tersebut ditetapkan oleh pengurus besar. 

(4) Wilayah berfungsi sebagai koordinator cabang-cabang di wilayahnya dan sebagai pelaksana kebijaksanaan pengurus besar untuk daerah yang bersangkutan.


Pasal 10

CABANG

(1) Cabang adalah bentuk organisasi NU di tingkat kabupaten atau daerah tingkat II atau kotamadya atau daerah yang disamakan dengan itu. Cabang pada dasarnya berkedudukan di ibukota kabupaten atau daerah tingkat II atau kotamadya atau daerah yang disamakan dengan itu. 

(2) Cabang dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) Majelis Wakil Cabang (MWC). Dan karena MWC dibentuk di setiap kecamatan atau di daerah yang disamakan dengan kecamatan, maka dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan tersebut di atas, jumlah MWC pada setiap cabang dapat melebihi jumlah kecamatan yang ada tapi tidak melebihi dari dua kali jumlah daerah tersebut. 

(3) Permintaan untuk mendirikan cabang disampaikan kepada pengurus besar dalam bentuk sebuah permohonan yang dikuatkan oleh pengurus wilayah yang bersangkutan, dengan masa percobaan selama 3 (tiga) bulan. 

4) Cabang memimpin dan mengkoordinir MWC dan ranting di daerah kewenangannya dan melaksanakan kebijaksanaan wilayah dan pengurus besar untuk daerahnya. 

(5) Dalam satu wilayah apabila jumlah cabang demikian banyak sehingga memerlukan koordinasi lebih efektif, pengurus wilayah dapat mengangkat koordinator yang mengkoordinir beberapa cabang dan koordinator tersebut otomatis menjadi anggota pengurus wilayah pleno, tanfidziyah. 



Pasal 11

MAJELIS WAKIL CABANG (MWC)

(1) Majelis Wakil Cabang (MWC) adalah bentuk organisasi NU di tingkat kecamatan atau daerah yang disamakan dengan itu. 

(2) MWC dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 4 (empat) Ranting di kecamatan atau daerah yang disamakan dengan kecamatan. 

(3) Permintaan untuk mendirikan MWC disampaikan kepada pengurus wilayah, dengan diikutkan oleh pengurus cabang. MWC disahkan setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan. 



Pasal 12

RANTING

(1) Ranting adalah bentuk organisasi NU di tingkat desa, kelurahan atau yang disamakan dengan tingkat itu. 

(2) Ranting dapat dibentuk jika di suatu desa, kelurahan atau daerah yang disamakan tingkatnya dengan itu terdapat sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang anggota. 

(3) Dalam suatu desa, kelurahan atau daerah yang disamakan dengan tingkat itu, dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) Ranting jika keadaan daerah dan penduduknya memerlukan. 

(4) Permintaan mendirikan ranting disampaikan kepada cabang dan setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan dapat disahkan. 

(5) Untuk efektivitas organisasi dianggap perlu dapat dibentuk kelompok anak ranting (KAR).  

Setiap KAR sedikitnya terdiri dari 10 orang anggota, dipimpin oleh seorang ketua KAR. Dalam KAR tidak terdapat struktur kepengurusan. 




Pasal 13

PERANGKAT ORGANISASI

(1) Bagian  

a. Bagian adalah alat kelengkapan organisasi yang bertugas membantu Pengurus Harian dalam merumuskan kebijaksanaan bidang keahlian teknis tertentu, sesuai dengan tingkatan masing-masing.   

b. Pembentukan bagian dalam kepengurusan ditentukan oleh pengurus NU sesuai dengan tingkatan masing-masing.   

c. Pembentukan bagian di daerah disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing.    

d. Yang dimaksud bagian dalam hal ini ialah: bagian Ma'arif, bagian Mabarrot, bagian Ekonomi dan bagian Da'wah.   

e. Jika dianggap perlu pengurus besar dapat membentuk bagian yang belum tersebut pada huruf d. 


(2) Lajnah  

a. Lajnah adalah perangkat organisasi NU yang berfungsi melaksanakan program Nahdlatul Ulama yang karena sifat program tersebut memerlukan penanganan khusus.   

b. Kepengurusan Lajnah di tingkat pusat ditetapkan oleh pengurus besar, sedangkan kepengurusan Lajnah di daerah ditetapkan menurut peraturan Lajnah itu sendiri. 


(3) Lembaga  

a. Lembaga adalah perangkat organisasi NU yang berfungsi sebagai pelaksana kebijaksanaan NU, khususnya berkaitan dengan suatu bidang tertentu.   

b. Kepengurusan Lembaga di tingkat pusat ditetapkan oleh pengurus besar, sedangkan kepengurusan di daerah ditetapkan menurut peraturan lembaga yang bersangkutan 

(4) Badan Otonom  

a. Badan otonom adalah perangkat organisasi NU yang berfungsi membantu melaksanakan kebijaksanaan NU, khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu.   

b. Kepengurusan badan otonom diatur menurut anggaran dasar dan anggaran rumahtangga masing-masing.   

c. Badan otonom berkewajiban menyesuaikan asas, akidah dan tujuan usahanya dengan Nahdlatul Ulama.   

d. Keputusan kongres badan otonom yang menyangkut anggaran dasar/anggaran rumah tangga harus mendapat persetujuan pengurus besar, baik secara keseluruhan maupun dengan perubahan.   

e. Keputusan kongres/konperensi badan otonom yang tidak menyangkut anggaran dasar/anggaran rumah tangga dilaporkan kepada pengurus NU menurut tingkatannya masing-masing. Pengurus NU tersebut berhak mengadakan perubahan-perubahan jika ada hal-hal yang bertentangan dengan garis NU. 



Bab III

KEPENGURUSAN


Pasal 14

PENGURUS BESAR

(1) Mustasyar pengurus besar sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) 

orang, terdiri dari Mustasyar 'Aam dan 8 Mustasyar. 

(2) Pengurus besar harian Syuriyah terdiri dari Rois 'Aam, wakil 

Rois 'Aam, beberapa Rois, Katib 'Aam dan beberapa Katib. 

(3) Pengurus Besar Pleno Syuriyah terdiri dari Pengurus Besar Harian dan para A'wan ditambah Ketua Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom yang berada di bawah pembinaan langsung Syuriyah. 

(4) Pengurus Besar Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris Jendral, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara dan Wakil Bendahara. 

(5) Pengurus Besar Pleno Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Besar  

Harian ditambah unsur pimpinan Bagian, Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom. 

(6) Pengurus Besar Harian Gabungan ialah Pengurus Besar Harian  

Syuriyah bersama Pengurus Besar Harian Tanfidziyah. 

(7) Pengurus Besar Pleno Gabungan ialah Pengurus Besar Pleno 

Syuriyah bersama Pengurus Besar Pleno Tanfidziyah. 

(8) Pengurus Besar Gabungan Lengkap ialah Pengurus Besar Pleno  

Gabungan ditambah Mustasyar. 



Pasal 15

PENGURUS WILAYAH

(1) Mustasyar Pengurus Wilayah sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang tanpa ada Mustasyar 'Aam. 

(2) Pengurus Wilayah Harian Syuriyah terdiri dari Rois, beberapa Wakil Rois, Katib dan beberapa Wakil Katib. 

(3) Pengurus Wilayah Pleno Syuriyah terdiri dari Pengurus Wilayah Harian Syuriyah dan A'wan ditambah Ketua Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom yang berada di bawah pembinaan langsung Syuriyah. 

(4) Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara. 

(5) Pengurus Wilayah Pleno Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah ditambah unsur pimpinan Bagian Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom. 

(6) Pengurus Wilayah Harian Gabungan ialah Pengurus Wilayah Harian Syuriyah bersama dengan Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah 

(7) Pengurus Wilayah Pleno Gabungan ialah Pengurus Wilayah Pleno Syuriyah bersama dengan Pengurus Wilayah Pleno Tanfidziyah. 

(8) Pengurus Wilayah Gabungan Lengkap ialah Pengurus Wilayah Pleno Gabungan bersama Mustasyar. 



Pasal 16

PENGURUS CABANG

(1) Mustasyar Pengurus Cabang sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. 

(2) Pengurus Cabang Syuriyah terdiri dari Rois, beberapa Wakil Rois, Katib dan beberapa Wakil Katib. 

(3) Pengurus Cabang Pleno Syuriyah terdiri dari Pengurus Cabang Harian Syuriyah dan A'wan ditambah Ketua Bagian, Lajnah Lembaga dan Badan Otonom yang langsung berada di bawah pembinaan Syuriyah. 

(4) Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, dua orang Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara. 

(5) Pengurus Cabang Pleno Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Cabang Harian ditambah unsur pimpinan Bagian, Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom. 

(6) Pengurus Cabang Harian Gabungan ialah Pengurus Cabang Harian Syuriyah bersama dengan Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah. 

(7) Pengurus Cabang Pleno Gabungan ialah Pengurus Cabang Pleno Syuriyah bersama dengan Pengurus Cabang Pleno Tanfidziyah. 

(8) Pengurus Cabang Gabungan Lengkap ialah Pengurus Cabang Pleno Gabungan bersama Mustasyar. 



Pasal 17

PENGURUS MWC

(1) Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Harian Syuriyah terdiri dari Rois, Wakil Rois, Katib dan Wakil Katib. 

(2) Pengurus MWC Pleno Syuriyah terdiri dari Pengurus MWC Harian ditambah A'wan dan Ketua Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom yang berada di bawah pembinaan langsung Syuriyah. 

(3) Pengurus MWC Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris dan Bendahara. 

(4) Pengurus MWC Pleno Tanfidziyah terdiri dari Pengurus MWC Harian ditambah unsur pimpinan Bagian, Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom. 


Pasal 18

PENGURUS RANTING

(1) Pengurus Ranting Harian Syuriyah terdiri dari Rois, Wakil Rois dan Katib. 

(2) Pengurus Ranting Pleno Syuriyah terdiri dari Pengurus Ranting Harian Syuriyah dan A'wan. 

(3) Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Bendahara. 

(4) Pengurus Ranting Tanfidziyah Pleno terdiri dari Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah ditambah unsur pimpinan Bagian. 

(5) Pengurus Ranting Harian Gabungan terdiri dari Pengurus Ranting Harian Syuriyah bersama Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah. 

(6) Pengurus Ranting Pleno Gabungan terdiri dari Pengurus Ranting Pleno Syuriyah bersama dengan Pengurus Ranting Pleno Tanfidziyah. 


Pasal 19

MASA JABATAN

(1) Masa jabatan Pengurus Besar 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali. 

(2) Masa jabatan Pengurus Wilayah 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali. 

(3) Masa jabatan Pengurus Cabang 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali. 

(4) Masa jabatan Pengurus MWC 2 (dua) tahun dan dapat dipilih kembali. 

(5) Masa jabatan Pengurus Ranting 2 (dua) tahun dan dapat dipilih kembali. 



Pasal 20

PERANGKAPAN JABATAN

Jabatan pengurus pada suatu tingkat kepengurusan NU tidak dapat dirangkap dengan jabatan pengurus pada tingkat kepengurusan yang lain di dalam jam'iyah NU. 


Pasal 21

TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS


(1) Mustasyar mempunyai tugas dan wewenang:  

a. secara kolektip menyelenggarakan musyawarah setiap kali dianggap perlu, menjaga kemurnian Khittah Nahdliyah dan memberikan pertimbangan/nasehat kepada pengurus NU, baik diminta atau tidak diminta;   

b. secara pribadi-pribadi dapat memberikan nasehat, binaan dan bimbingan serta membai'at Pengurus Tanfidziyah. 


(2) Pengurus Syuriyah selaku pimpinan, pengendali dan pengelola

mempunyai tugas:  

a. menentukan arah kebijaksanaan jam'iyah NU dalam melakukan usaha dan tindakannya untuk mencapai tujuan NU;   

b. memberikan petunjuk, bimbingan dan pembinaan dalam memahami, mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jamaah dan al-Madzahibil Arba'ah, baik di bidang aqidah, syari'ah maupun akhlaq/tasawuf;  

c. mengendalikan, mengawasi dan memberikan koreksi terhadap semua perangkat jam'iyah agar pelaksanaan program-program NU berjalan di atas ketentuan jam'iyah dan Agama Islam;   

d. membimbing, mengarahkan dan mengawasi badan-badan otonom yang langsung berada di bawah Syuriyah. 


(3) Apabila keputusan suatu perangkat NU dinilai bertentangan

dengan ketentuan jam'iyah, terutama ajaran Islam, Pengurus

Syuriyah atas keputusan rapatnya dapat membatalkan keputusan ataupun langkah perangkat tersebut. 

(4) Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana tugas sehari-hari mempunyai kewajiban memimpin jalannya organisasi sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh Pengurus Syuriyah. 


(5) Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana pimpinan sehari-hari mempunyai tugas:  

a. melaksanakan program organisasi;   

b. membimbing, mengarahkan, memimpin dan mengawasi kegiatan semua perangkat jam'iyah yang ada di bawahnya;   

c. menyampaikan laporan secara periodik kepada Pengurus Syuriyah tentang pelaksanaan tugasnya. 


(6) Dalam menggerakkan dan mengelola program, Pengurus Besar Tanfidziyah berwenang membentuk tim-tim kerja tetap atau sementara, membentuk Bagian, Lajnah, Lembaga atau Badan Otonom sesuai dengan kebutuhan. 

(7) Ketua Pengurus Besar, Ketua Wilayah, Ketua Cabang, Ketua MWC dan Ketua Ranting karena jabatannya dapat menghadiri rapat-rapat Pengurus Syuriyah sesuai dengan tingkatannya masing-masing. 

(8) Pembagian tugas di antara anggota Pengurus Tanfidziyah diatur dalam Peraturan Tata Kerja. 


Pasal 22

HAK PENGURUS

(1) Pengurus berhak membuat kebijaksanaan, keputusan, peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan permusyawaratan seperti tercantum dalam Bab IV dan/atau keputusan pengurus NU yang lebih tinggi tingkatannya. 

(2) Pengurus berhak memberikan saran/koreksi kepada pengurus setingkat lebih tinggi dengan cara sebaik-baiknya. 


Pasal 23

SYARAT MENJADI PENGURUS

(1) Untuk menjadi Pengurus Ranting atau Majelis Wakil Cabang, seorang calon sudah harus aktif menjadi anggota NU atau badan otonomnya sekurang-kurangnya selama satu tahun. 

(2) Untuk menjadi Pengurus Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota NU atau badan otonomnya sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun. 

(3) Untuk menjadi pengurus Wilayah, seorang calon sudah harus aktif menjadi anggota NU atau badan otonomnya sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun. 

(4) Untuk menjadi anggota Pengurus Besar, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota NU atau badan otonomnya sekurang-kuranguya selama 4 (empat) tahun. 

(5) Keanggotaan yang dimaksud dalam pasal ini adalah seperti yang dimaksud dalam pasal 2 Anggaran Rumahtangga. 


Pasal 24

PENGESAHAN PENGURUS

(1) Susunan dan personalia Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang memerlukan pengesahan Pengurus Besar. Dalam pengesahan susunan dan personalia Pengurus Cabang diperlukan rekomendasi dari Pengurus Wilayah. 

(2) Susunan dan personalia Pengurus MWC dan Pengurus Ranting memerlukan pengesahan Pengurus Cabang. Dalam hal ini pengesahan Pengurus Ranting diperlukan rekomendasi Pengurus MWC. 


Pasal 25

PEMBEKUAN PENGURUS

(1) Pengurus Besar dapat membekukan pengurus tingkat bawahannya yang pengambilan keputusannya ditetapkan sekurang-kurangnya melalui rapat "Pengurus Besar Harian Gabungan." 

(2 ) Alasan pembekuan harus kUat, baik dilihat dari segi syar'i maupun dari segi organisatoris, seperti melanggar hukum Islam, tidak mentaati Anggaran Dasar/Anggaran Rumahtangga atau keputusan-keputusan pengurus yang lebih tinggi tingkatnya. 

(3) Sebelum pembekuan dilakukan, terlebih dahulu diberi peringatan untuk memperbaiki pelanggarannya yang berlaku sekurang-kurangnya selama 15 (limabelas) hari. 

(4) Setelah pembekuan terjadi maka kepengurusan dipegang oleh kepengurusan yang setingkat lebih tinggi, hanya untuk mempersiapkan penyelenggaraan konperensi yang akan memilih pengurus baru. 

(5) Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah pembekuan harus sudah terselenggara konperensi untuk memilih pengurus baru. 


Bab IV

PERMUSYAWARATAN


Pasal 26

JENIS PERMUSYAWARATAN


Permusyawaratan di dalam Nahdlatul Ulama terdiri dari: 

(1) Muktamar 

(2) Konperensi Besar 

(3) Musyawarah Nasional Alim Ulama 

(4) Konperensi 

(5) Rapat Anggota 



Pasal 27

MUKTAMAR

(1) Muktamar sebagai lembaga permusyawaratan tertinggi diselenggarakan oleh Pengurus Besar sekali dalam 5 (lima) tahun. 

(2) Untuk kelancaran penyelenggaraan Muktamar, Pengurus Besar dapat membentuk Panitia Penyelenggara, yang bertanggung jawab kepada Pengurus Besar. 

(3) Pengurus Besar membuat rancangan peraturan tata tertib Muktamar, mencakup juga acara dan tata cara pemilihan pengurus  

baru. 

(4) Dalam hal pemilihan pengurus maka pengurus Syuriyah dipilih oleh musyawarah Syuriyah dan pengurus Tanfidziyah dipilih oleh musyawarah Tanfidziyah dengan terlebih dahulu calon yang akan diajukan untuk dipilih menjadi pengurus Tanfidziyah mendapat persetujuan dari pengurus Syuriyah terpilih. 



Pasal 28

KONPERENSI BESAR

(1) Konperensi Besar merupakan lembaga permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar dan diadakan oleh Pengurus Besar. 

(2) Konperensi Besar dihadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno  

Gabungan Lengkap dan utusan Pengurus Wilayah. 

(3) Konperensi Besar dapat juga diselenggarakan atas permintaan sekurang-kurangnya separoh dari jumlah Wilayah yang sah. 

(4) Konperensi Besar membicarakan elaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. 

(5) Konperensi Besar tidak dapat merubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumahtangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih pengurus baru. 

(6) Konperensi Besar adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separoh jumah peserta Konperensi Besar. Dalam pengambilan keputusan setiap peserta mempunyai hak 1 (satu) suara. 

(7) Konperensi Besar dipimpin oleh Pengurus Besar, acara dan peraturan tata tertib Konperensi Besar disusun oleh Pengurus Besar. 



Pasal 29

MUSYAWARAH NASIONAL ALIM ULAMA

(1) Yang dimaksud dengan Musyawarah Nasional Alim Ulama ialah musyawarah alim ulama yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Syuriyah, satu kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan. 

(2) Musyawarah alim ulama yang serupa dapat juga diselenggarakan oleh Wilayah atau Cabang, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) periode. 

(3) Musyawarah tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh alim ulama Ahlussunnah wal Jama'ah dari dalam maupun dari luar pengurus NU, terutama ulama pengasuh Pondok Pesantren dan dapat pula mengundang para tenaga ahli yang diperlukan. 

(4) Musyawarah Alim Ulama tidak dapat merubah Anggaran Dasar, Anggaran Rumahtangga, keputusan-keputusan Muktamar dan tidak mengadakan pemilihan pengurus baru. 


Pasal 30

KONPERENSI WILAYAH

(1) Konperensi Wilayah adalah lembaga permusyawarata tertinggi untuk tingkat Wilayah, diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah,  

dihadiri oleh Pengurus Wilayah dan utusan Cabang yang ada di daerahnya, terdiri dari Syuriyah dan Tanfidziyah. 

(2) Konperensi Wilayah diselenggarakan sekali dalam 4 (empat) tahun. 

(3) Konperensi Wilayah diselenggarakan atas undangan Pengurus Wilayah atau atas permintaan sekurang-kurangnya separoh jumlah cabang yang ada di daerahnya. 

(4) Konperensi Wilayah membicarakan pertanggungjawaban Pengurus wilayah, menyusun rencana kerja untuk 4 (empat) tahun, memilih Pengurus Wilayah yang baru dan rnembahas urusan-urusan kemasyarakatan pada umumnya terutama yang terjadi di dalam daerah Wilayah bersangkutan.

(5) Pengurus Wilayah membuat Rancangan Tatatertib Konperensi, termasuk di dalamnya tatacara pemilihan pengurus baru untuk disahkan oleh Konperensi. 

(6) Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (1) sampai (5) pasal ini, Pengurus Wilayah sewaktu-waktu menganggap perlu dan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun mengadakan Musyawarah Kerja untuk membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konperensi Wilayah, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam Musyawarah Kerja tidak diadakan acara pemilihan pengurus baru. 

(7) Konperensi Wilayah adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separoh jumlah Cabang di daerahnya. Dalarn pengambilan keputusan Pengurus Wilayah sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap Cabang yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara. 



Pasal 31

KONPERENSI CABANG


(1) Konperensi Cabang adalah lembaga permusyawaratan tertinggi pada tingkat Cabang, dihadiri oleh utusan-utusan Syuriyah dan Tanfidziyah, Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya dan diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) tahun. 

(2) Kongerensi Cabang diadakan atas undangan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya separoh Jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahrya. 

(3) Konperensi Cabang membicarakan pertanggungjawaban Pengurus Cabang, menyusun rencana kerja untuk 3 (tiga) tahun, memilih Pengurus Cabang baru dan membahas masalah-masalah keagamaan, kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di dalam daerah Cabang yang bersangkutan. 

(4) Pengurus Cabang membuat Rancangan Tatatertib Konperensi, termasuk di dalamnya tatacara pemilihan untuk disahkan oleh konperensi. 

(5) Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (1) sampai (4) pasal ini, Pengurus Cabang sewaktu-waktu menganggap perlu dan sekurang-kurangnya 1½ tahun sekali, mengadakan Musyawarah Kerja untuk membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konperensi Cabang, mengkaji perkembangan organisasi dan perannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam Musyawarah Kerja tidak diadakan acara pemilihan pengurus baru. 

(6) Konperensi Cabang adalah sah jika dihadiri oleh lebih dari separoh Jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya. Dalam setiap pengambilan keputusan, Pengurus Cabang sebagai satu kesatuan dan tiap Majelis Wakil Cabang dan Ranting yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara. 


Pasal 32

KONPERENSI MWC



(1) Konperensi Majelis Wakil Cabang adalah lembaga permusyawaratan tertinggi pada tingkat Majelis Wakil Cabang, yang dihadiri oleh utusan-utusan Syuriyah dan Tanfidziyah Ranting di daerahnya, dan diselenggarakan sekali dalam 2 (dua) tahun. 

(2) Konperensi Majelis Wakil Cabang diselenggarakan atas undangan Pengurus Majelis Wakil Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya separoh dari jumlah Ranting di daerahnya. 

(3) Konperensi Majelis Wakil Cabang membicarakan pertanggungjawaban Pengurus Majelis Wakil Cabang, menyusun rencana kerja untuk masa 2 (dua) tahun, memilih Pengurus Wakil Cabang baru dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di daerah Majelis Wakil Cabang. 

(4) Pengurus MWC membuat Rancangan Tatatertib Konperensi termasuk di dalamnya tatacara pemilihan pengurus baru, untuk disahkan oleh konperensi. 

(5) Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (1) sarnpai (4) pasal ini, Pengurus MWC sewaktu-waktu menganggap perlu dan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun menyelenggarakan Musyawarah Kerja untuk membicarakan pelaksanaan keputusan Konperensi MWC, mengkaji perkembangan organisasi dan perannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam Musyawarah Kerja tidak diadakan acara pemilihan pengurus baru. 

(6) Konperensi Majelis Wakil Cabang adalah sah apabila dihadiri separoh dari jumlah Ranting di daerahnya. Dalam setiap pengambilan keputusan, Pengurus Wakil Cabang sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap Ranting yang hadir masing-masing mempunyai hak 1 (satu) suara. 


Pasal 33

RAPAT ANGGOTA


(1) Rapat Anggota adalah lembaga permusyawaratan tertinggi pada tingkat Ranting yang dihadiri oleh anggota-anggota NU di daerah Ranting dan diselenggarakan selambat-lambatnya sekali dalam 2 (dua) tahun. 

(2) Rapat anggota diselenggarakan atas undangan Pengurus Ranting atau atas permintaan sekurang-kurangnya separoh dari jumlah anggota NU di Ranting bersangkutan. 

(3) Rapat anggota membicarakan laporan pertanggungjawaban Pengurus Ranting, menyusun rencana kerja untuk 2 (dua) tahun, memilih Pengurus Ranting baru dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di dalam daerah Ranting. 

(4) Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (3), Pengurus Ranting sewaktu-wakfu menganggap perlu dan sekurang-kurangnya sekali setahun menyelenggarakan forum musyawarah. Pada forum ini tidak dilakukan pemilihan pengurus baru. 

(5) Rapat anggota adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separoh anggota NU di Ranting tersebut. Setiap anggota masing-masing mempunyai hak 1 (satu) suara. 


Bab V

KEUANGAN


Pasal 34

PEMERATAAN DAN LAPORAN


(1) Uang itanah syahriyah dan i'anah sanawiyah yang diterima dari para anggota NU digunakan untuk membeayai kegiatan organisasi dan dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut: 

a. Untuk memenuhi kebutuhan beaya kegiatan Ranting 40%.

b. Untuk memenuhi kebutuhan beaya kegiatan MWC 25%.  

c. Untuk memenuhi kebutuhan beaya kegiatan Cabang 15%.  

d. Untuk memenuhi kebutuhan beaya kegiatan Wilayah 10%  

e. Untuk memenuhi kebutuhan beaya kegiatan Pengurus Besar 10%. 


(2) Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Besar kepada Muktamar, termasuk di dalamnya laporan pertanggungjawaban keuangan organisasi NU. 

(3) Dalarn laporan pertanggungjawaban Wilayah kepada Konperensi Wilayah, termasuk di dalamnya laporan pertanggungjawaban keuangan organisasi NU tingkat wilayah. 

(4) Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Cabang kepada konperensi, termasuk di dalamnya laporan pertanggungjawaban keuangan NU tingkat Cabang. 

(5) Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus MWC kepada Konperensi, termasuk di dalamnya laporan pertanggungjawaban keuangan organisasi NU tingkat MWC. 

(6) Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Ranting kepada Rapat Anggota, termasuk di dalamnya laporan pertanggungjawaban keuangan organisasi NU tingkat Ranting. 


Bab VI

KETENTUAN KHUSUS 


Pasal 35

PENGURUSAN DAN PEMILIKAN


Rois Aam dan Ketua Tanfidziyah PB—NU mewakili Nahdlatul Ulama di dalam maupun di luar pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian, baik mengenai pengurusan maupun tindakan pemilikan, demikian dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh Muktamar. 


Bab VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36

(1) Suatu Wilayah yang jumlah Cabangnya lebih dari 2 (dua) kali jumlah daerah tingkat II/kotamadya/kotamadya/daerah yang disamakan dengan tingkat itu, ditertibkan oleh Pengurus Wilayahnya bersama Pengurus Besar. Termasuk menjadi dasar penertiban ialah ketentuan adanya paling sedikit 15 anggota di tiap Ranting, adanya 4 (empat) Ranting pada tiap MWC, adanya paling sedikit 3 (tiga) MWC di tiap Cabang. 

(2) Masa jabatan Pengurus Besar adalah 5 (lima) tahun. Pengurus Wilayah 4 (empat) tahun, Pengurus Cabang 3 (tiga) tahun, Pengurus MWC 2 (dua) tahun dan Pengurus Ranting 2 (dua) tahun. 


Bab VIII

PENUTUP

(1) Wujud dari  Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom yang dimaksud dalam Anggaran Rumah Tangga ini adalah yang nama-namanya tercantum pada lampiran yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Rumah Tangga ini. 

 (2) Segala sesuatu yang belum/belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur oleh Pengurus Besar dan Anggran Rumah Tanga ini hanya dapat dirobah oleh Muktamar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LDNU

          LDNU (Lembaga Dakwah Nahdlatul ulama ) Struktur Organisasi   KETUA            : CHOIRUL ANAM WAKIL            : MARIYOTO SEKERTARI...